Malam itu Reza hanya terdiam sambil menatap langit yang terlihat lebih gelap dari biasanya, angin begitu riang kesana kemari sambil menghunuskan rasa dingin yang begitu menusuk. Reza bukan sedang menunggu seseorang, ataupun sedang melamunkan seseorang. Dia hanya sedang menatapi langit dan memikirkan betapa besar kekuasaan Allah sang arsitek tunggal pencipta alam semesta ini.
"Langitnya begitu indah ya??", Reza bertanya entah pada siapa.
Tak terasa hampir 2 jam dia duduk diatap rumahnya sambil mengelus - elus si Manis kucing peliharaanya yang setia menemaninya dari 2 jam yang lalu.
"Ayo Nis kita masuk, anginnya semakin ga bersahabat neh", Reza mengajak Manis kedalam rumah.
"Meong meong...(siap bos!!!)", Manis menjawab dengan nada sayu.
"Wah kamu masih pengen disini ya??", Reza bertanya lagi ke Manis.
"Miauwwww awww aww...(ogah la yaww..)", Manis menolak dengan tegas.
"Yaudah kalo gitu, kamu disini ja ya ku masuk dulu", namun Reza belum pernah belajar bahasa kucing.
"Miioooong... Miauuwww...(eh dodong! Gua tambah ditinggal)", Manis hanya bisa pasrah setelah Reza maninggalkannya.
Di dalam rumah, Reza melihat kedua orang tuanya sedang nonton sinetron keluarga yang ratingnya lagi naik, yaitu Cinta Priti. Reza sempat meninggalkan senyum untuk kedua orang tuanya, namun senyumanya bertepuk sebelah tangan. Karena 100% konsentrasinya terpaku pada Cinta Priti, dan tak lupa Ibu Reza memangku 3 gulungan tisu toilet.
Reza menuju kamarnya, di tengah jalan dia melihat adiknya Dian sedang belajar di mejanya, Dian nampak serius. Reza hanya tersenyum sambil berpikir betapa hebatnya adiknya Dini yang 2 tahun berturut-turut mendapat rangking satu paralel di SMAnya.
"Din, dah malem. Kamu ga tidur??", Reza memecah konsentrasi Dini.
"Oh kak Reza, bentar ya kak. Kerpek'an ku buat besok belum kelar neh, nanggung dikit lagi", Dini membalas sapaan Reza.
"Em.... gitu ya?? Okelah, kalo gitu kakak tidur duluan ya?"
"Oke kak, hati hati ya? Kemaren Dian lihat cewek rambut panjang tak berkepala masuk kamar kakak", dengan wajah senyum dan nada riang.
"Masa?? tapi kok bisa tau kalo rambutnya panjang?? kan ga ada kepalanya??", Reza mulai bertanya dengan penuh rasa penasaran.
"Iya kak, soalnya kepalanya ditinggal dikamar Dini kak", dengan senyum dan nada ringan.
"Oooooo.... gitu ya? Kapan kapan suruh bawa ya kepalanya, kasian ntar dia salah kamar", Reza berlalu dengan bulu kuduk yang berdiri.
Malam semakin larut, bintang juga tak menampakkan diri. Yang tampak hanyalah asbes langit-langit kamar. Dingin, begitulah keadaan kamar Reza. Angin dari kipas angin yang berkecepatan penuh membuat suhu kamar Reza mencapai minus 5 derajat celcius. Reza berbaring di kasurnya, diambilnya gitar merk YAMADA kesayangannya, dan memainkan sebuah lagu untuk mengiringi puisinya.
Malam ini
Ku lihat langit begitu hampa tanpa hadirnya sang bintang
Bulan pun kesepian menanti fajar
Dingin serasa ingin mengusir malam
Yang hari ini begitu sepi
Tak terasa hati ini telah kosong
Menanti gadis?
Mungkin ku belum siap
Menanti mati?
Masih terlalu banyak hal yang belum ku capai
Biarkan kesendirian malam menemani kesendirianku saat ini
Biarkan dingin mengusir gundah hatiku malam hari ini
Biarlah bulan menjadi sahabat terbaikku saat ini
Dan biarkan lelap membawaku damai dalam tidurku ini
Bait-bait puisi, mengantarkan Reza kedalam mimpi indahnya. Malampun enggan mengusik mimpi indah Reza. Reza hanya ingin melupakan lukanya hari ini. Karena Angie telah menghapus Reza dari hatinya. Mungkin untuk sementara, karena Reza bukanlah pria yang mudah menyerah terhadap cinta.
Thursday, 16 July 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)